Sebanyak 29% penduduk dunia terdiri
dari remaja, dan 80% diantaranya tinggal di negara berkembang. Berdasarkan
sensus di Indonesia pada tahun 2005, jumlah remaja yang berusia 10 – 19 tahun
adalah sekitar 41 juta orang (20% dari jumlah total penduduk Indonesia dalam
tahun yang sama). Dalam era globalisasi ini banyak tantangan yang harus
dihadapi oleh para remaja yang tinggal di kota besar di Indonesia, tidak
terkecuali yang tinggal di daerah perdesaan seperti, tuntutan sekolah yang
bertambah tinggi, akses komunikasi/internet yang bebas, dan juga siaran media
baik tulis maupun elektronik. Mereka dituntut untuk menghadapi berbagai kondisi
tersebut baik yang positif maupun yang negatif, baik yang datang dari dalam
diri mereka sendiri maupun yang datang dari lingkungannya. Dengan demikian,
remaja harus mempunyai berbagai keterampilan dalam hidup mereka sehingga mereka
dapat sukses melalui fase ini dengan optimal.
Masa remaja merupakan masa yang
penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat
cepat. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini
seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan
sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat,
hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis. Dalam hal
kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang dramatis
dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan
terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat
mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau
mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat
memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image).
Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya
keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran.
Remaja putri akan bersolek
berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik
pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi
lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”. Pada usia 16 tahun ke atas,
keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan
dengan dunia nyata. Pada saat itu, remaja akan mulai sadar bahwa orang lain
tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi
atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa mereka selalu diperhatikan oleh
orang lain kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai
dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian dan
angan-angan mereka dengan kenyataan. Para remaja juga sering menganggap diri
mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat “tidak memikirkan
akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian
karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek
atau jangka panjang.
Remaja yang diberi kesempatan untuk
mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang
lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu bertanggung jawab. Rasa
percaya diri dan rasa tanggung jawab inilah yang sangat dibutuhkan sebagai
dasar pembentukan jati diri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan
penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan
lingkungan. Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja
sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”;
berbagai nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan
membayangkan apa yang akan dilakukan oleh para “idola”nya untuk menyelesaikan
masalah seperti itu. Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi
remaja. Dari beberapa dimensi perubahan yang terjadi pada remaja seperti yang
telah dijelaskan diatas maka terdapat kemungkinan – kemungkinan perilaku yang
bisa terjadi pada masa ini. Diantaranya adalah perilaku yang mengundang risiko
dan berdampak negatif pada remaja. Perilaku yang mengundang risiko pada masa
remaja misalnya seperti penggunaan alkohol, tembakau dan zat lainnya; aktivitas
sosial yang berganti – ganti pasangan dan perilaku menentang bahaya seperti
balapan motor, naik gunung dll. Alasan perilaku yang mengundang risiko ada
bermacam – macam dan berhubungan dengan dinamika fobia balik (conterphobic
dynamic), rasa takut dianggap hal yang dinilai rendah, perlu untuk
menegaskan identitas maskulin dan dinamika kelompok seperti tekanan teman
sebaya.
Masa remaja merupakan masa yang
kritis dalam siklus perkembangan seseorang. Di masa ini banyak terjadi
perubahan dalam diri seseorang sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Remaja
tidak dapat dikatakan lagi sebagai anak kecil, namun ia juga belum dapat
dikatakan sebagai orang dewasa. Hal ini terjadi oleh karena di masa ini penuh
dengan gejolak perubahan baik perubahan biologik, psikologik, maupun perubahan
sosial. Dalam keadaan ‘serba tanggung’ ini seringkali memicu terjadinya konflik
antara remaja dengan dirinya sendiri (konflik internal), maupun konflik
lingkungan sekitarnya (konflik eksternal). Apabila konflik ini tidak
diselesaikan dengan baik maka akan memberikan dampak negatif terhadap
perkembangan remaja tersebut di masa mendatang, terutama terhadap pematangan
karakternya dan tidak jarang memicu terjadinya gangguan mental.
Untuk mencegah terjadinya dampak
negatif tersebut, perlu dilakukan pengenalan awal (deteksi dini) perubahan yang
terjadi dan karateristik remaja dengan mengidentifikasi beberapa faktor risiko
dan faktor protektif sehingga remaja dapat melalui periode ini dengan optimal
dan ia mampu menjadi individu dewasa yang matang baik fisik maupun psikisnya.
0 komentar:
Posting Komentar