Berikut beberapa masalah aktual kesehatan remaja pada masa sekarang, antara lain:
1. Perubahan psikoseksual
Produksi hormon testosteron dan
hormon estrogen mempengaruhi fungsi otak, emosi, dorongan seks dan perilaku
remaja. Selain timbulnya dorongan seksual yang merupakan manifestasi langsung
dari pengaruh hormon tersebut, dapat juga terjadi modifikasi dari dorongan
seksual itu dan menjelma dalam bentuk pemujaan terhadap tokoh-tokoh olah raga,
musik, penyanyi, bintang film, pahlawan, dan lainnya.
Remaja sangat sensitif terhadap
pandangan teman sebaya sehingga ia seringkali membandingkan dirinya dengan
remaja lain yang sebaya, bila dirinya secara jasmani berbeda dengan teman
sebayanya maka hal ini dapat memicu terjadinya perasaan malu atau rendah diri.
2. Pengaruh teman sebaya
Kelompok teman sebaya mempunyai
peran dan pengaruh yang besar terhadap kehidupan seorang remaja. Interaksi
sosial dan afiliasi teman sebaya mempunyai peranan yang besar dalam mendorong
terbentuknya berbagai keterampilan sosial. Bagi remaja, rumah adalah landasan
dasar sedangkan ‘dunianya’ adalah sekolah. Pada fase perkembangan remaja, anak
tidak saja mengagumi orangtuanya, tetapi juga mengagumi figur-figur di luar
lingkungan rumah, seperti teman sebaya, guru, orangtua temanya, olahragawan,
dan lainnya.
Dengan demikian, bagi remaja
hubungan yang terpenting bagi diri mereka selain orangtua adalah teman-teman
sebaya dan seminatnya. Remaja mencoba untuk bersikap independent dari
keluarganya akibat peran teman sebayanya. Di lain pihak, pengaruh dan interaksi
teman sebaya juga dapat memicu timbulnya perilaku antisosial, seperti mencuri,
melanggar hak orang lain, serta membolos, dan lainnya.
3. Perilaku berisiko tinggi
Remaja kerap berhubungan berbagai
perilaku berisiko tinggi sebagai bentuk dari identitas diri. 80% dari remaja
berusia 11-15 tahun dikatakan pernah menunjukkan perilaku berisiko tinggi
minimal satu kali dalam periode tersebut, seperti berkelakuan buruk di sekolah,
penyalahgunaan zat, serta perilaku antisosial (mencuri, berkelahi, atau bolos)
dan 50% remaja tersebut juga menunjukkan adanya perilaku berisiko tinggi
lainnya seperti mengemudi dalam keadaan mabuk, melakukan hubungan seksual tanpa
kontrasepsi, dan perilaku criminal yang bersifat minor. Dalam suatu penelitian
menunjukkan bahwa 50% remaja pernah menggunakan marijuana, 65% remaja merokok,
dan 82% pernah mencoba menggunakan alkohol.
Dengan melakukan perbuatan tersebut,
mereka mengatakan bahwa mereka merasa lebih dapat diterima, menjadi pusat
perhatian oleh kelompok sebayanya, dan mengatakan bahwa melakukan perilaku
berisiko tinggi merupakan kondisi yang mendatangkan rasa kenikmatan (‘fun’).
Walaupun demikian, sebagian remaja juga menyatakan bahwa melakukan perbuatan
yang berisiko sebenarnya merupakan cara mereka untuk mengurangi perasaan tidak
nyaman dalam diri mereka atau mengurangi rasa ketegangan. Dalam beberapa kasus
perilaku berisiko tinggi ini berlanjut hingga individu mencapai usia dewasa.
4. Kegagalan pembentukan identitas
diri
Menurut J. Piaget, awal masa remaja
terjadi transformasi kognitif yang besar menuju cara berpikir yang lebih
abstrak, konseptual, dan berorientasi ke masa depan (future oriented).
Remaja mulai menunjukkan minat dan kemampuan di bidang tulisan, seni, musik,
olah raga, dan keagamaan. E. Erikson dalam teori perkembangan psikososialnya
menyatakan bahwa tugas utama di masa remaja adalah membentuk identitas diri
yang mantap yang didefinisikan sebagai kesadaran akan diri sendiri serta tujuan
hidup yang lebih terarah. Mereka mulai belajar dan menyerap semua masalah yang
ada dalam lingkungannya dan mulai menentukan pilihan yang terbaik untuk mereka
seperti teman, minat, atau pun sekolah. Di lain pihak, kondisi ini justru
seringkali memicu perseteruan dengan orangtua atau lingkungan yang tidak
mengerti makna perkembangan di masa remaja dan tetap merasa bahwa mereka belum
mampu serta memperlakukan mereka seperti anak yang lebih kecil.
Secara perlahan, remaja mulai
mencampurkan nilai-nilai moral yang beragam yang berasal dari berbagai sumber
ke dalam nilai moral yang mereka anut, dengan demikian terbentuklah superego
yang khas yang merupakan ciri khas bagi remaja tersebut sehingga terjawab
pertanyaan ’siapakah aku?’ dan ’kemanakah tujuan hidup saya?’
Bila terjadi kegagalan atau gangguan
proses identitas diri ini maka terbentuk kondisi kebingungan peran (role
confusion). Role confusion ini sering dinyatakan dalam bentuk negativisme
seperti, menentang dan perasaan tidak percaya akan kemampuan diri sendiri.
Negativisme ini merupakan suatu cara untuk mengekspresikan kemarahan akibat
perasaan diri yang tidak adekuat akibat dari gangguan dalam proses pembentukan
identitas diri di masa remaja ini.
5. Gangguan perkembangan moral
Moralitas adalah suatu konformitas
terhadap standar, hak, dan kewajiban yang diterima secara bersama, apabila ads
dua standar yang secara sosial diterima bersama tetapi saling konflik maka
umumnya remaja mengambil keputusan untuk memilih apa yang sesuai berdasarkan
hati nuraninya. Dalam pembentukan moralitasnya, remaja mengambil nilai etika
dari orangtua dan agama dalam upaya mengendalikan perilakunya. Selain itu,
mereka juga mengambil nilai apa yang terbaik bagi masyarakat pada umumnya.
Dengan demikian, penting bagi orangtua untuk memberi suri teladan yang baik dan
bukan hanya menuntut remaja berperilaku baik, tetapi orangtua sendiri tidak
berbuat demikian.
Secara moral, seseorang wajib
menuruti standar moral yang ada namun sebatas bila hal itu tidak mebahayakan
kesehatan, bersifat manusiawi, serta berlandaskan hak asasi manusia. Dengan
berakhirnya masa remaja dan memasuki usia dewasa, terbentuklah suatu konsep
moralitas yang mantap dalam diri remaja. Jika pembentukan ini terganggu maka
remaja dapat menunjukkan berbagai pola perilaku antisosial dan perilaku
menentang yang tentunya mengganggu interaksi remaja tersebut dengan
lingkungannya, serta dapat memicu berbagai konflik.
6. Stres di masa remaja
Banyak hal dan kondisi yang dapat
menimbulkan tekanan (stres) dalam masa remaja. Mereka berhadapkan dengan
berbagai perubahan yang sedang terjadi dalam dirinya maupun target perkembangan
yang harus dicapai sesuai dengan usianya. Di pihak lain, mereka juga berhadapan
dengan berbagai tantangan yang berkaitan dengan pubertas, perubahan peran
sosial, dan lingkungan dalam usaha untuk mencapai kemandirian.
Tantangan ini tentunya berpotensi
untuk menimbulkan masalah perilaku dan memicu timbulnya tekanan yang nyata
dalam kehidupan remaja jika mereka tidak mampu mengatasi kondisi tantangan
tersebut.
Artikel ini diambil dari website Ikatan Dokter Anak Indonesia (idai.or.id). Terima kasih